PERKEMBANGAN KREATIVITAS
A. KREATIVITAS DAN TEORI BELAHAN OTAK
Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan
kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan
dari pekerjaan otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988) dan
Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan
bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi
dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak
kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri mengarah kepada cara
berfikir konvergen (convergen thinking), sedangkan otak belahan kanan
mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).
Berkenaan dengan teori belahan beserta fungsinya ini (Clark, 1983:
24) mengemukakan sejumlah fungsi otak sesuai dengan belahannya itu
sebagaimana tertera pada table berikut ini.
Fungsi Belahan Otak Kiri dan Belahan Otak Kanan
(Clark, 1983: 24)
No. Belahan Otak Kiri
(Left Hemisphere)
1.Math, history, language
2.Verbal, limit sensory, input
3.Sequential, measurable
4.Analytic
5.Comparative
6.Relational
7.Referential
8.Linier
9.Logical
10.Digital
11.Scientific, technological
Belahan Otak Kanan
(Right Hemisphere)
1.Self , elaborates and increases variabels,
2.inventive
3.Nonverbal perception and expressiveness
4.Spatial
5.Intuitivehttp://campusbiology.blogspot.com/
6.Holistic
7.Integrative
8.Nonreferential
9.Gestalt
10.Imagery ,Better at depth perception
11.facial recognition
Mystical, humanistic
B. PENGERTIAN KREATIVITAS SECARA UMUM
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar
berdasarkan sudut pandang masing-masing. Barron (1982: 253)
mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru. Guilford (1970: 236) menyatakan bahwa kreativitas
mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif.
Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen
dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam
memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang
benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk
mencari berbagai alternative jawaban terhadap suatu persoalan.
Utami Munandar (1992: 47) mendefinisikan kreativitas sebagai berikut.
“Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan,
dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi
suatu gagasan.” Utami Munandar (1992: 51) menekankan bahwa kreativitas
sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan
lingkungannya.
Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan kreativitas sebagai
proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru
itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan
individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Demikian juga
Drevdahl (Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan kreativitas sebagai
kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang
dapat berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mingkin
melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa
lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu, Rodhes (Torrance,
1981) mengelompokkan definisi-definisa kreativitas ke dalam empat
kategori, yaitu product, person, procces, dan press.
Product menekankan kreativitas dari hasil karya kreatif, baik yang
sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang menghasilkan
sesuatu yang baru. Person memandang kreativitas dari segi ciri-ciri
individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan
dengan kreativitas. Procces menekankan bagaimana proses kreatif itu
berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya perilaku
kreatif. Adapun press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang
mendukung timbulnya kreativitas pada individu.
Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang
dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah
ada sebelumnya, menjadi sesuatu karya baru yang dilakukan melalui
interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan
mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen.
C. PENGERTIAN KREATIVITAS MENURUT TORRANCE
Seorang ahli yang sangat menekankan pentingnya dukungan faktor
lingkungan bagi berkembangnya kreativitas adalah Torrance (1981: 47). Ia
mengatakan bahwa agar potensi kreatif individu dapat diwujudkan,
diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari luar yang didasari oleh
potensi dalam diri individu itu sendiri. Menurut Torrance (1981: 48),
kreativitas itu bukan semata-mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan
kreatif yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari
hubungan interaktif dan dialektis antara potensi kreatif individu dengan
proses belajar dan pengalaman dari lingkungannya.
Torrence (1981: 47) medefinisikan kreativitas itu sebagai proses
kemampuan memahamikesenjanga-kesenjangan-kesenjangan atau
hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru,
dan mengomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi
dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat
melakukan semua itu diperlukan adanya dorongan dari lingkungan yang
didasari oleh potensi kreatif yang telah ada dalam dirinya. Dengan
demikian, terjadi saling menunjang antara faktor lingkungan dengan
potensi kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat mempercepat
berkembangnya kreativitas pada individu yang bersangkutan.
D. PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS
Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis (Torrance, 1981;
Dedi Supriadi, 1989). Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas
dari segi kekuatan yang ada dalam diri individu sebagai faktor-faktor
yang menentukan kreativitas. Salah satu pendekatan psikologis yang
digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik.
Clark (1988) menggunakan pendekatan holistic untuk menjelaskan konsep
kreativitas dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi berpikir, merasa,
mengindra, dan intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup
sintesis dari fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing, dan intuiting.
Thinking merupakan berpikir rasional dan dapat diukur serta
dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan
sengaja. Feeling menunjuk pada suatu tingkat kesadaran yang melibatkan
segi emosional. Sensing menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan bakat
yang ada diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau didengar
oleh orang lain. Intuiting menuntut adanya suatu tingkat kesadaran yang
tinggi yang dihasilkan dengan cara membayangkan, berfantasi, dan
melakukan terobosan ke daerah prasadr dan tak sadar.
Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan
hasil dari proses interaksi sosial, di mana individu dengan segala
potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial
tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan,
dan peranan keluarga.
Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan pendekatan
sosiologis, pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang
kemudian dilaporkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Configuration of
Culture (Dedi Supriadi, 1989: 84). Dalam menganalisisnya, Kroeber
menggunakan tiga konfigurasi, yaitu waktu, ruang, dan derajat prestasi
suatu peradaban. Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil
suatu kesimpulan bahwa munculnya orang-orang kreatif tinggi dalam
sejarah merupakan refleksi dari pola perkembangan nilai-nilai sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun 1958, 1961, dan 1966,
kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam perkembangan
kreativitas (Dedi Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan
kebudayaan Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial,
politik, dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan
irama perkembangan kreativitas. Penelitian Naroll dan kawan-kawan (1971)
yang dilakukan di India, Cina, Jepang, dan Negara-negara Islam
menunjukkan bahwa ada periode-periode tertentu dalam setiap perkembangan
kebudayaan yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas secara
maksimal sehingga dapat muncul orang-orang kreatif. Sebaliknya, ada juga
periode-periode tertentu yang justru mengekang berkembangnya
kreativitas.
Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi perkembangan kreativitas, yaitu
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.
E. PERKEMBANGAN KREATIVITAS
Perkembangan kreativitas juga merupakan perkembangan proses kognitif
maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses perkembangan kognitif
berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut Jean Piaget
(McCormack, 1982) ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai
berikut.
1. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund,
1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk
orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya.
Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan
orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi,
melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara
perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.
Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap ini belum
memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap
ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi,
pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki konsep
ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk
permainannya masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki
tentang diri ruang, dan belu memiliki kemampuan berbahasa.
Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling tinggi pada tahap
ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi transisi
dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada umur ini,
anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan
dapat menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang
tidak ada.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap
intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang
ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya
tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan
alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan
lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), anak
sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam
berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya. Pada
akhir tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan
mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai
mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa
lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping
itu, anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam
di lingkunganya secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan
animistic adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan
perumpamaan hewan. Adapun penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan
peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan manusia.
3. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai
menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin
tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya
dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang
dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang.
Faktor-faktor memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah
sebagai berikut.
1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini,
menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas
menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat
berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam
tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja pada
posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan
kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada tahap yang amat
potensial bagi perkembangan kreativitas.
Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.
4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.
5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks.
6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.
7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).
8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
F. TAHAP-TAHAP KREATIVITAS
Wallas (Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
1. Persiapan (Preparation)
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai
kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu.
Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu
mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.
2. Inkubasi (Incubation)
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara
waktu dari masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya
secara sadar melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi(Illumination)
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau
gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan
mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
4. Verifikasi(Verivication)
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan
konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen
harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan
harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara
total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran
logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus
diikuti oleh pengujian terhadap realitas.
G. KARAKTERISTIK KREATIVITAS
Piers (Adam, 1976) mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
2. Memiliki keterlibatan yang tinggi.
3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
6. Penuh percaya diri.
7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
8. Bebas dalam mengambil keputusan.
9. Menerima diri sendiri
10. Senang humor.
11. Memiliki intuisi yang tinggi
12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
13. Toleran terhadap ambiguitas.
14. bersifat sensitif.
Utami Munandar (1992) mengemukakan ciri-ciri kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Senang mencari pengalaman baru.
2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
3. Memiliki inisiatif.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung kritis terhadap orang lain.
6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.
7. Selalu ingin tahu.
8. Peka atau perasa.
9. Enerjik dan ulet.
10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk.
11. Percaya kepada diri sendiri.
12. Mempunyai rasa humor.
13. Memiliki rasa keindahan.
14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
Clark(1988) mengemukakan karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi.
2. Memiliki kemandirian yang tinggi.
3. Cenderung sering menentang otoritas.
4. Memiliki rasa humor.
5. Mampu menentang tekanan kelompok.
6. Lebih mampu menyesuaikan diri.
7. Senang berpetualang.
8. Toleran terhadap ambiguitas.
9. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.
10. Menyukai hal-hal yang kompleks.
11. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi.
12. Memiliki memori dan atensi yang baik.
13. Memiliki wawasan yang luas.
14. Mampu berpikir periodik.
15. Memerlukan situasi yang mendukung.
16. Sensitif terhadap lingkungan.
17. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
18. Memiliki nilai estetik yang tinggi.
19. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.
Sedangkan Torrance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai berikut.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Tekun dan tidak mudah bosan.
3. Percaya diri dan mandiri.
4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.
5. Berani mengambil risiko.
6. Berpikir divergen.
H. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KREATIVITAS
Kreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis, tetapi
membutuhkan rangsangan dari lingkungan. Beberapa ahli mengemukakan
faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kreativitas.
Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas adalah.
1. Usia;
2. Tingkat pendidikan orang tua;
3. Tersedianya fasilitas dan
4. Penggunaan waktu luang.
Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang memengaruhi
kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan faktor
yang menghambat. Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan
kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan.
3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
4. situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
5. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati,
bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan,
memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.
6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi
kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia
secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan
mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang
dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
7. Posisi kelahiran.
8. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolahnya, dan motivasi diri.
Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreatifitas adalah sebagai berikut.
1. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
4. Stereotip peranseks atau jenis kelamin.
5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
6. Otoritarianisme.
7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
Miller dan Gerard (Adams dan Gullota,1979) mengemukakan adanya
pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai
berikut.
1. Orang tua yang memberikan rasa aman.
2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah.
3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya.
4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.
5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari
lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya
salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau
menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga,
terutama interaksi dalam keluarga tersebut.
Torrance(1981) mengemukakan lima bentuk interaksi orang tua dengan
anak atau remaja yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas yaitu,
1. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ;
3. Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai;
4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya;
5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
Torrance (1981) juga mengemukakan beberapa interaksi antara orang tua
dan anak (remaja) yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas,
yaitu
1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak;
2. Membatasi rasa ingin tahu anak;
3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles);
4. Terlalu banyak melarang anak;
5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu;
6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;
7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.
Jadi menurut Torrance(1981), interaksi antara orang tua dengan anak
atau remaja yang dapat mendorong kreativitas bukanlah interaksi yang
didasarkan atas situasi stimulus respons, melainkan atas dasar hubungan
kehidupan sejati (a living relationship) dan saling tukar
pengalaman(coexperiencing).
I. MASALAH YANG SERING TIMBUL PADA ANAK KREATIF
Anak-anak kreatif, meskipun memiliki kemampuan atau kelebihan
dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, bukan berarti selalu mulus
dalam perkembangan psikologisnya. Disamping potensi kreatifnya itu jika
tidak mendapatkan penanganan secara baik justru seringkali menimbulkan
masalah pada dirinya. Berkenaan dengan ini. Dedi Supriadi (1994)
mengemukakan sejumlah masalah yang sering timbul atau dialami oleh
anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut.
1. Pilihan karier yang tidak realistis
Anak-anak kreatif sering kali cenderung memiliki pilihan karier yang
tidak realistis, kurang populer, dan tidak lazim. Merka juga memiliki
banyak alternatif dalam menentukan karier yang akan ditempuhnya dan
bahkan cenderung berubah-ubah. Kondisi psikologis seperti ini jika tidak
mendapatkan bimbingan secara baik dapat mengarahkan dirinya kepada
pilihan karier yang kurang tepat. Akibatnya, dapat menimbulkan frustasi
jika pilihannya tidak disadari oleh pemahaman yang cukup mengenai jenis
karier yang akan dipilihnya.
2. Hubungan dengan guru dan teman sebaya
Anak-anak kreatif kadang-kadang mengalami hambatan. Mereka cenderung
kritis, memiliki pendapatnya sendiri, berani mengemukakan
ketidaksetujuannya terhadap pemikiran orang lain tidak mudah percaya,
memiliki keinginan yang seringkali berbeda dengan teman-teman pada
umumnya, serta tidak begitu senang untuk melekatkan diri kepada
otoritas.
3. Perkembangan yang tidak selaras
Jika lingkungannya tidak dapat mengakomodasi keunggulan potensi
kreatifnya itu, dapat muncul masaalah dalam diri anak-anak kretif.
Masalah yang timbul disebut dengan istilah uneven development
(perkembangan yang tidak selaras) antara kematangan intelektual dengan
perkembangan aspek-aspek emosional dan sosialnya.
4. Tiadanya tokoh-tokoh ideal
Anak-anak kreatif cenderung memiliki tokoh-tokoh orang besar yang
sangat diidealkan dalam hidupnya. Tokoh-tokoh ideal bisa berada dekat di
lingkungan sekitarnya, tetapi dapt juga berada di tempat yang jauh dan
sulit dijangkau. Jika tokoh idealnya berada di tempat yang jauh dan
sulit dijangku. Jika tokoh idealnya berada ditempat yang jauh, anak-anak
kreatif cenderung berusaha untuk dapat menjangkau melalui cara mereka
sendiri. Kelangkaan tokoh ideal karena kelangkaan informasi dapat
mengakibatkan anak-anak kreatif tersesat kepada pilihan tokoh ideal yang
salah.
J. UPAYA MEMBANTU PERKEMBANGAN KREATIVITAS DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
Sesungguhnya anak-anak kreatif kedudukannya sama saja dengan
anak-anak biasa lainnya. Namun, karena potensi kreatifnya itu, mereka
sangat memerlukan perhatian khusus di sini bukan berarti mereka harus
mendapatkan perlakuan istimewa, melainkan harus mendapatkan bimbingan
sesuai dengan potensi kreatifnya agar tidak sia-sia. Kelemahan
pendidikan selama ini dalam konteksnya dengan pengembangan potensi
kreatif anak, menurut Gowan (1981),adalah kurangnya perhatian terhadap
pengembangan fungsi belahan otak kanan.
Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum
yang akan diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada
fungsi-fungsi pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut.
Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi
belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi
Supriadi (1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada
umumnya. Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui
mekanisme proses kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks
relasi dengan anak-anak kreatif ini, Torrance (1977) menamakan relasi
bantuan itu dengan istilah creative relationship yang memiliki
karakteristik sebagai berikut.
1. Pembimbing berusaha memahami berusaha memahami pikiran dan perasaan anak.
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga
Pembimbing di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian
dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu :
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;
2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasan nya;
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2008.PSIKOLOGI REMAJA: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar